Oleh: Zubaidah (Kader PMII Rayon Tarbiyah & Keguruan UIN Antasari Banjarmasin)
“Sakit itu bukan saat kita dijauhkan dari seseorang, tetapi sakit itu ketika kita jauh dari Rabb sang maha cinta”
Aku tidak tahu bagaimana awal aku bisa jatuh Cinta kepada seseorang. Akan tetapi seseorang itu kini meninggalkan ku.
“Cinta memang tidak selamanya indah. Musim saja tidak selalu bersemi, buktinya ada pula musim gugur. Sama hal nya dengan cinta. Ada suka dan ada duka. Ada pahit ada manis.”
Dulu aku merasa sangat bahagia mengenal seseorang yang mencintai ku. Aku tidak pernah merasa bosan dengannya. Aku merasa seseorang itu selalu membuatku tersenyum, tertawa, penyemangat, dan selalu mewarnai hidupku.
Di hari ulang tahunku seseorang itu berjanji mengatakan kepadaku.
“Selamat ulang tahun Eva ku sayang aku berjanji akan selalu ada disampingmu, Setia seumur hidup kepadamu, dan aku akan selalu membahagiakanmu.”
Seperti itulah ucapan seseorang itu kepadaku yang sekarang membuat ku sakit kepala jika mengingatnya. Kata-katanya mungkin bisa menenangkanku pada saat itu. Tidak hanya janji, sikapnya selalu manis setiap hari. Akan tetapi sekarang semua itu sudah tidak mempan bagiku.
Empat bulan kemudia setelah ulang tahunku, aku tidak menyangka sikap seseorang itu perlahan-lahan berubah kepadaku. Dia mulai cuek kepada ku, tidak seperhatian dulu lagi. Tanpa sengaja aku melihat status whatsapp nya dia jalan dengan wanita, akan tetapi aku merasa tidak asing dengan wanita tersebut. Kukira wanita itu adalah saudaranya, tetapi setelah aku selidiki perlakuannya terhadap wanita itu tidak biasa. Seperti memperlakukan ku, dia bertingkah begitu manis dengan wanita itu.
“Raskal, sedang apa kamu disini? Ada apa kamu dengan Lili?”
Dengan amarah yang menggebu aku tarik tangan Raskal ketika melihat dia berduaan bersama Lili ditaman. Tak disangka aku yang hanya menarik tangan Raskal untuk ikut bersama ku ternyata Lili juga ikut dengan kami.
“Hei, ngapain kamu? Seenaknya saja tarik-tarik tangan Raskal.”
“Seharusnya aku yang tanya seperti itu. Ngapain kalian berduaan? Aku pacarnya Raskal.”
Suasana semakin memanas. Raskal hanya terdiam melihat aku dan Lili beradu mulut. Lili menatapku dengan pandangan yang sinis.
“Eva, sudah lama ya kita tidak bertemu!”
Sambil memandangiku dari ujung kaki keujung kepala.
“Pantas aja si Raskal bosan sama kamu. Dasar cewek cengeng, aku pacar baru Raskal.”
Mendengar ucapan Lili aku kaget bukan main. Langsung saja aku menatap tajam kepada Raskal. Aku memintanya untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini.
“Eva, maafkan aku.”
“Maaf untuk apa? Jangan bilang apa yang dikatakan Lili benar. Lili sahabatku Raskal jawab!”
Rasanya air mataku akan berjatuhan. Kupandangi wajah Raskal dengan penuh emosi.
“Aku butuh penjelasan mu Raskal. Jelaskan kepadaku ada apa sebenarnya kamu dengan Lili?”
“Sudah ku bilang, aku pacar baru Raskal. Kamu tidak dengar ya?”
Potong Lili.
Setelah kejadian itu aku pulang ke rumah sendiri dengan hati yang sedih. Dimalam hari adalah waktunya untuk beristirahat. Mataku berusaha terpejam, akan tetapi pikiran ku selalu melayang, mengingat rasa sedih dan kesal kejadian siang tadi. Ketika kebohongan pahit terungkap, kenyataan pahit pun datang. Aku berusaha untuk tidur pada malam itu, dengan semua keletihan hati yang melanda, akhirnya aku bisa tidur.
Bagaimanapun patah hati bukan alasan yang masuk akal untuk tidak masuk kuliah. Setidaknya biarlah hati yang hancur akibat kejadian kemarin, namun kuliah harus tetap kuperjuangkan, karena bagiku bagaimana pun menuntut ilmu itu sangatlah penting.
Hari demi hari kulewati setelah kondisi kehilangan aku berusaha untuk menyibukkan diriku dengan kegiatan bermanfaat. Aku mengisi kesibukan ku dengan membaca buku di perpustakan. Di perpustakaan aku bertemu dengan kaka tingkat yang bernama Ardi. Akan tetapi aku melihat ka Ardi adalah sosok yang berbeda dari lelaki yang biasa ku kenal. Ka Ardi adalah sosok lelaki yang agamis. Aku makin penasaran dengan bagaimana sosok ka Ardi yang sebenarnya. Aku berusaha memperbaiki diri agar ka Ardi tertarik pada ku akan tetapi berbagai macam cara ku lakukan tidak berhasil.
Disuatu hari aku mengikuti pengajian di majlis ta’lim aku bertemu dengan sahabat ku waktu kecil yang bernama Vika . Vika sangat dekat dengan ka Ardi. Akupun penasaran ada apa antara Vika dan ka Ardi.
“Hai Vika, apa kabar? Sudah lama kita tidak ketemu!”
“Alhamdulillah kabarku baik! Bagaimana juga kabar mu Eva?”
“Alhamdulillah kabarku baik”
Aku makin penasaran ada apa antara Vika dan ka Ardi. Dari situ aku selalu menemani Vika ke majlis bersama, keperpustakaan bersama, untuk mencari tau tentang ka Ardi.
“Vika kamu terlihat akrab sekali ya dengan ka Ardi!”
“Iya Eva ka Ardi itu abangku”
“Oo ternyata ka Ardi itu abang kamu”
“Vika apakah boleh aku curhat?”
“Iya boleh Eva kenapa?”
“Aku kagum sama abang kamu!”
“Dari mana kamu kenal abang ku?”
“Aku tau abang kamu itu karena dia kaka tingkat aku dikampus. Aku melihat abang kamu itu berbeda daru lelaki biasa yang aku kenal. Dia sosok lelaki yang sangat agamis, makanya aku berusaha untuk memperbaiki diri agar abang mu tertarik padaku”
“Eva kita boleh kagum kepada seseorang, akan tetapi kita memperbaiki diri itu buka karena seseorang tapi mencari ridha Allah.”
Dari situ aku menyadari niatku memperbaiki diri ternyata salah. Aku berniat memperbaiki diri hanya untuk menarik perhatian seseorang. Seharusnya aku memperbaiki diri untuk bekal di akhirat kelak dan ridha dari Allah. Setelah itu aku selalu berteman dengan Vika dia adalah sosok wanita yang sangat baik dan sholehah.
Hari demi hari ku ubah niat aku berubah menjadi lebih baik berhijrah iklas karena Allah.
Karena aku yakin bahwa manusia itu pasti diciptakan berpasangan. Kalo akutidak bertemu dengan pasangan ku didunia aku pasti bertemunya diakhirat. Dan aku merasa Vika adalah sosok yang baik untuk kujadikan sahabat yang membawa kepada jalan kebaikan.